Harry Yulianto
Penulis : Harry Yulianto (Akademisi STIE YPUP Makassar)
Portal Demokrasi, Kolom - Era digital telah membawa perubahan besar dalam sistem
pendidikan tinggi, mengubah cara pendidikan diberikan dan diterima. Salah satu
perkembangan paling signifikan yaitu digitalisasi kurikulum dan pembelajaran,
di mana teknologi telah memfasilitasi akses yang lebih luas terhadap sumber
daya pendidikan. Platform
pembelajaran daring, seperti MOOC (Massive
Open Online Courses) dan pembelajaran berbasis teknologi, memungkinkan
mahasiswa dari berbagai belahan dunia untuk mengikuti kuliah dari universitas
ternama tanpa harus datang ke kampus. Dengan kemajuan teknologi, pembelajaran
tidak hanya terbatas pada ruang kelas, tetapi dapat dilakukan kapan saja dan di
mana saja, sehingga memungkinkan fleksibilitas yang lebih tinggi bagi mahasiswa
dan pengajar. Hal ini berkontribusi pada penurunan hambatan geografis dan
ekonomi dalam memperoleh pendidikan tinggi.
Namun, perkembangan teknologi juga membawa tantangan
yang terkait dengan pengelolaan data, keamanan siber, dan perlunya penyesuaian
kurikulum agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Digitalisasi memerlukan
pengelolaan sumber daya yang lebih baik dan kebijakan yang dapat menjaga
kualitas pendidikan, serta menghadapi potensi masalah seperti kesenjangan akses
teknologi, keadilan dalam penyediaan fasilitas pembelajaran digital, maupun ancaman
penyalahgunaan teknologi dalam bentuk kecurangan akademik. Menurut Rhoades dan
Slaughter (2004) dalam Academic
capitalism and the new economy: Privatization as the global trend,
perubahan di pendidikan tinggi yang dipicu oleh teknologi digital, memerlukan
adanya penataan ulang tata kelola pendidikan agar tetap menjaga kualitas dan
integritasnya di tengah perubahan yang cepat.
Perguruan tinggi memiliki peran yang sangat strategis
dalam mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas dan siap menghadapi
tantangan global. Sebagai lembaga pendidikan yang lebih tinggi, perguruan
tinggi tidak hanya berfungsi untuk mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga
untuk mengembangkan keterampilan kritis, inovatif, dan berbasis penelitian.
Menurut Knight (2008) dalam Higher
education in turmoil: The changing world of internationalization, perguruan
tinggi berperan penting dalam menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan
untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan
teknologi. Perguruan tinggi menjadi tempat pembentukan karakter dan
kepemimpinan, yang membekali mahasiswa dengan kemampuan untuk berkontribusi
secara positif di masyarakat. Kualitas tata kelola di perguruan tinggi sangat
mempengaruhi kapasitasnya dalam menghasilkan generasi penerus bangsa yang
berkualitas.
Tata kelola yang berintegritas menjadi elemen kunci
dalam menciptakan sistem pendidikan yang transparan dan akuntabel di perguruan
tinggi. Sebagai lembaga yang mengelola sumber daya publik dan berfungsi
mendidik generasi penerus bangsa, perguruan tinggi harus memiliki mekanisme
pengawasan yang jelas dan akuntabel untuk memastikan pengelolaan yang efisien
dan bebas dari praktik fraud. Menurut
World Bank (2012) dalam Higher education in developing countries:
Perils and promise, institusi pendidikan yang memiliki tata kelola yang
baik akan menghasilkan proses pengambilan keputusan yang lebih transparan,
memastikan bahwa sumber daya digunakan dengan tepat, dan memungkinkan
partisipasi yang lebih luas dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk
mahasiswa, dosen, dan masyarakat. Tata kelola yang berintegritas juga membantu
membangun kepercayaan publik terhadap perguruan tinggi, sehingga dapat meningkatkan
reputasi institusi pendidikan dan menarik lebih banyak investasi, maupun minat
dari calon mahasiswa.
Tata Kelola yang
Berintegritas di Era Digital
Tata kelola yang berintegritas di perguruan tinggi di
era digital berkaitan dengan pengelolaan sumber daya, kebijakan, dan proses
yang transparan, akuntabel, serta mengikuti prinsip-prinsip etika dan keadilan pada
semua aspek operasionalnya. Dengan kemajuan teknologi, perguruan tinggi
dihadapkan pada tantangan baru dalam hal pengelolaan data, akses informasi, dan
penggunaan sumber daya digital yang harus dilakukan dengan cara yang etis dan
bertanggung jawab. Menurut Transparency
International (2020) dalam Corruption
Perceptions Index 2020, tata kelola yang baik harus menjamin bahwa semua
pihak yang terlibat, termasuk pimpinan universitas, staf pengajar, dan
mahasiswa, dapat beroperasi dengan integritas dalam pengambilan keputusan,
penggunaan dana, dan proses administrasi. Di era digital, perguruan tinggi perlu
mengintegrasikan teknologi yang mendukung sistem yang transparan, seperti platform manajemen informasi sehingga
memungkinkan semua data dapat diakses oleh publik dan pemangku kepentingan
dengan cara yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagai elemen utama dari tata kelola yang
berintegritas, transparansi dalam pengelolaan informasi dan keputusan yang
diambil oleh pimpinan perguruan tinggi sangat penting. Penggunaan teknologi
informasi memungkinkan data dan proses administratif dapat diakses secara lebih
terbuka, sehingga mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan dan meningkatkan
kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan. Hal ini juga mendukung budaya
akuntabilitas di mana setiap keputusan dapat dilacak dan dipertanggungjawabkan,
dari pengelolaan dana hingga kebijakan akademik. Selaras dengan hal tersebut,
menurut OECD (2015) dalam The governance
of higher education: The state of play in OECD countries, prinsip
transparansi melibatkan keterlibatan aktif dari semua pihak dalam proses
pengambilan keputusan, termasuk mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan,
sehingga mereka dapat berpartisipasi secara langsung dalam menciptakan
lingkungan akademik yang etis dan bertanggung jawab.
Namun, penerapan tata kelola yang berintegritas di era
digital memerlukan kebijakan yang jelas mengenai penggunaan teknologi,
perlindungan data, dan pencegahan penyalahgunaan informasi. Pembaruan kebijakan
internal yang mencakup aspek digitalisasi (seperti: pengelolaan data mahasiswa,
ujian daring, dan penggunaan platform
pembelajaran online), harus dilakukan
untuk menjaga agar tata kelola tetap berjalan dengan prinsip integritas.
Menurut Altbach dan Salmi (2011) dalam The
road to academic excellence: The making of world-class research universities,
perguruan tinggi di era globalisasi harus dapat menyeimbangkan antara inovasi
teknologi dan menjaga nilai-nilai tradisional dalam tata kelola yang bersih dan
jujur. Pada konteks ini, pemimpin perguruan tinggi harus memastikan bahwa
pemanfaatan teknologi tidak hanya untuk efisiensi, tetapi juga untuk menjaga
standar integritas yang tinggi di seluruh lini operasional akademik dan
administratif.
Tata kelola perguruan tinggi yang efektif dibangun
atas empat komponen utama, yakni: transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan
kepatuhan pada regulasi. Transparansi sebagai prinsip dasar yang memastikan
bahwa semua informasi terkait keputusan dan kebijakan perguruan tinggi tersedia
dan dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan, termasuk mahasiswa,
staf pengajar, dan masyarakat. Transparansi dalam tata kelola memungkinkan
proses pengambilan keputusan yang lebih terbuka, sehingga mengurangi potensi
manipulasi informasi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap integritas
institusi pendidikan. Selain itu, akuntabilitas juga merupakan komponen
penting, di mana pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan perguruan tinggi
harus dapat mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya. Akuntabilitas
mencakup aspek pengelolaan sumber daya, kebijakan akademik, serta implementasi
program pendidikan yang sesuai dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan.
Partisipasi merupakan elemen yang memungkinkan semua
pihak dalam perguruan tinggi untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Hal ini mencakup partisipasi aktif dari mahasiswa, dosen, staf administrasi,
dan pemangku kepentingan lainnya dalam menentukan arah kebijakan akademik
maupun administrasi. Menurut OECD (2014) dalam Governance of higher education institutions: A framework for the future,
partisipasi yang inklusif berkontribusi pada penciptaan kebijakan yang lebih
adil dan demokratis, serta memastikan bahwa berbagai perspektif dapat
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
Kepatuhan pada regulasi sebagai aspek penting dalam
menciptakan tata kelola yang berintegritas, yang mencakup pengawasan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik di tingkat nasional maupun
internasional, serta kebijakan internal yang mengatur operasional perguruan
tinggi. Kepatuhan untuk memastikan bahwa perguruan tinggi beroperasi dalam
kerangka yuridis yang jelas dan adil, yang mendukung terciptanya lingkungan
akademik yang sehat dan berkelanjutan.
Pimpinan perguruan tinggi memegang peran krusial dalam
memastikan tata kelola yang baik dan berintegritas. Sebagai pembuat keputusan
utama, pimpinan bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan, visi, dan arah
strategis institusi pendidikan. Menurut Kezar (2004) dalam When leadership matters: The informal leaders of colleges and
universities, pimpinan perguruan tinggi harus dapat menunjukkan
kepemimpinan yang bersih dan transparan, mengelola sumber daya secara efisien,
serta memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan mencerminkan nilai-nilai
integritas dan etika yang tinggi. Pimpinan harus menjadi teladan dalam
mengimplementasikan tata kelola yang baik, termasuk dalam pengambilan keputusan
yang adil dan dalam menjalankan pengawasan yang efektif atas jalannya
operasional perguruan tinggi. Kepemimpinan yang kuat dan visioner akan
menciptakan iklim yang mendukung keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi di
seluruh lini institusi.
Selain pimpinan, seluruh civitas akademika (termasuk
dosen, staf administrasi, dan mahasiswa), juga memiliki peran penting dalam
menjaga tata kelola yang baik di perguruan tinggi. Keterlibatan aktif dari
civitas akademika dalam pengambilan keputusan dan evaluasi kebijakan dapat
meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, serta memperkuat komitmen bersama
terhadap tujuan akademik dan institusional. Dosen dan staf administrasi harus
menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan standar etika
yang ditetapkan. Sedangkan, mahasiswa sebagai bagian dari komunitas akademik
juga perlu berperan dalam menjaga integritas akademik dan mendorong budaya
partisipasi dalam kehidupan kampus. Dengan keterlibatan semua pihak, maka tata
kelola perguruan tinggi akan lebih efektif, menciptakan lingkungan yang
mendukung pembelajaran berkualitas dan pengelolaan yang adil.
Tantangan Mewujudkan Tata
Kelola yang Berintegritas di Era Digital
Perkembangan teknologi telah membawa transformasi
besar dalam sistem administrasi dan pengelolaan perguruan tinggi. Penggunaan
sistem informasi manajemen yang lebih modern memungkinkan perguruan tinggi
untuk mengelola data mahasiswa, pengajaran, penelitian, pengabdian kepada
masyarakat serta administrasi secara lebih efisien dan terintegrasi. Menurut
Anderson (2013) dalam The theory and
practice of online learning, teknologi digital memungkinkan akses yang
lebih cepat dan lebih mudah ke berbagai informasi, meningkatkan efisiensi
operasional dan komunikasi di perguruan tinggi. Sistem tersebut juga
memungkinkan perguruan tinggi untuk melaksanakan proses administratif seperti
pendaftaran, penilaian, dan pembuatan laporan secara online, yang mengurangi ketergantungan pada prosedur manual dan
meningkatkan akurasi data. Dengan menggunakan teknologi, perguruan tinggi dapat
menjangkau audiens yang lebih luas, terutama dalam menyediakan pembelajaran
jarak jauh yang semakin populer di era digital.
Meskipun teknologi membawa banyak kemudahan, namun menuntut
perguruan tinggi untuk terus memperbarui dan memodernisasi sistemnya agar dapat
bersaing di tingkat global. Teknologi yang terus berkembang akan memberikan
tantangan tersendiri dalam hal pengelolaan data, pengawasan yang tepat, serta
perlindungan terhadap informasi pribadi mahasiswa dan dosen. Seperti penggunaan
platform digital untuk ujian atau
penilaian dapat meningkatkan efisiensi, tetapi juga membutuhkan pengelolaan
yang hati-hati agar tidak terjadi kebocoran informasi atau penyalahgunaan data
(Selwyn, 2016). Dengan meningkatnya ketergantungan pada teknologi, perguruan
tinggi perlu memastikan bahwa infrastruktur digital yang digunakan aman dan
dapat menjaga integritas data yang dikelola.
Penyalahgunaan teknologi di perguruan tinggi dapat
menimbulkan berbagai permasalahan yang terkait dengan integritas dan
transparansi dalam pengelolaan data dan dana. Meskipun teknologi memungkinkan
pengelolaan data yang lebih efisien, namun risiko terkait dengan keamanan siber
dan privasi data semakin tinggi. Penyalahgunaan akses ke sistem informasi dapat
menyebabkan kebocoran data pribadi mahasiswa atau penyelewengan dana. Menurut
Galloway dan Doughty (2017) dalam Digital
leadership in higher education, risiko keamanan siber pada sistem
pendidikan semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah data digital yang
harus dikelola, sehingga berpotensi memperburuk masalah fraud atau ketidakjujuran dalam pengelolaan dana yang berasal dari
sumbangan, beasiswa, atau dana publik. Perguruan tinggi perlu memiliki
kebijakan yang ketat untuk melindungi data dan mengawasi setiap transaksi
finansial dengan cermat.
Ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana dan
informasi sering kali menjadi masalah serius yang dapat merusak reputasi
perguruan tinggi. Sebagai lembaga yang mengelola dana publik, perguruan tinggi
harus memastikan bahwa penggunaan dana dilakukan dengan transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Namun, di era digital, ketidaktransparanan dapat terjadi
apabila sistem yang digunakan tidak cukup memadai untuk memastikan bahwa
informasi yang diperlukan dapat diakses oleh publik secara mudah dan jelas. Sistem
pengelolaan keuangan yang buruk dan tidak transparan dapat menciptakan celah
bagi korupsi dan penyalahgunaan sumber daya. Hal tersebut akan berdampak
negatif pada kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pengelolaan perguruan
tinggi dan dapat merusak integritas akademik serta reputasi institusi secara
keseluruhan.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi perguruan
tinggi di era digital yakni menjaga kualitas pendidikan sambil memenuhi
tuntutan pasar kerja yang semakin berkembang. Teknologi yang cepat berubah
menuntut perguruan tinggi untuk terus berinovasi dalam kurikulum dan metode
pengajaran, agar lulusannya dapat bersaing di dunia profesional. Namun, sering
kali menimbulkan tekanan besar bagi perguruan tinggi untuk menyesuaikan program
pendidikannya dengan kebutuhan industri, tanpa mengorbankan kualitas akademik.
Menurut Marginson (2016) dalam The new
world order and higher education: Reinterpreting the globalization of higher
education, terdapat kecenderungan bagi perguruan tinggi untuk mengutamakan
pendidikan yang lebih praktis dan berbasis keterampilan, sedangkan nilai-nilai
akademik yang lebih mendalam (seperti: pemikiran kritis dan analisis teoretis),
sering kali terabaikan. Hal tersebut dapat menciptakan ketegangan antara
kebutuhan untuk menyediakan lulusan yang siap kerja dan mempertahankan standar
pendidikan tinggi yang tinggi.
Selain itu, perkembangan teknologi yang begitu cepat
juga menciptakan tantangan bagi perguruan tinggi dalam memastikan bahwa proses
pembelajaran tetap relevan dan efektif. Semakin banyaknya platform pembelajaran daring dan sarana pendidikan berbasis
teknologi, perguruan tinggi perlu memikirkan kembali bagaimana cara terbaik
untuk mengintegrasikan teknologi dalam pengajaran tanpa mengurangi interaksi
langsung antara mahasiswa dan dosen untuk pengembangan kemampuan analitis dan
kreatif. Berdasarkan hasil riset Green (2013) dalam The impact of technology on higher education, meskipun teknologi
dapat meningkatkan akses ke pendidikan, namun perguruan tinggi harus
berhati-hati agar tidak terlalu bergantung pada teknologi yang hanya
memfokuskan pada hasil jangka pendek atau pengembangan keterampilan praktis
semata, tanpa mempertimbangkan perkembangan kemampuan berpikir kritis dan
akademik yang mendalam.
Strategi Meningkatkan
Integritas dalam Tata Kelola Perguruan Tinggi
Penggunaan teknologi informasi yang tepat dapat
menjadi instrumen yang efektif untuk meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan perguruan tinggi. Sistem informasi manajemen
yang terbuka memungkinkan semua pemangku kepentingan, mulai dari mahasiswa,
dosen, maupun masyarakat, untuk mengakses data dan informasi terkait dengan
kebijakan akademik, pengelolaan dana, serta keputusan strategis yang diambil
oleh pimpinan perguruan tinggi. Menurut Lau (2017) dalam Digital transformation in higher education, penerapan sistem
informasi berbasis teknologi dapat mempercepat aliran informasi dan mengurangi
ketergantungan pada prosedur manual yang rawan terhadap kesalahan atau
manipulasi. Selain itu, teknologi memungkinkan pengawasan yang lebih ketat
terhadap proses administrative (seperti: penerimaan mahasiswa, alokasi dana,
dan pelaporan keuangan), yang semuanya dapat diakses oleh publik secara
transparan. Hal ini tidak hanya memperbaiki sistem pengelolaan, tetapi juga
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas perguruan tinggi.
Dengan adanya sistem informasi yang terbuka dan dapat
diakses, pengelolaan perguruan tinggi dapat menjadi lebih akuntabel, karena
setiap keputusan dan penggunaan sumber daya dapat dilacak dan diaudit. Sistem
manajemen berbasis web yang memungkinkan laporan keuangan dan kebijakan
akademik dipublikasikan secara online dapat membantu meminimalkan kemungkinan
penyalahgunaan dana atau kebijakan. Menurut Anderson dan McKeen (2012) dalam Information systems management: A practical
guide, teknologi informasi dapat mengoptimalkan aliran komunikasi dan
dokumentasi yang sebelumnya terfragmentasi, sehingga memungkinkan pengawasan
internal dan eksternal yang lebih baik. Perguruan tinggi yang menerapkan sistem
tersebut tidak hanya mendapatkan keuntungan dalam hal efisiensi operasional,
tetapi juga dapat menunjukkan kepada publik bahwa mereka beroperasi dengan
standar transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.
Perumusan kebijakan yang mendukung integritas akademik
dan administrasi di seluruh tingkat perguruan tinggi tidak dapat diabaikan.
Kebijakan yang jelas dan tegas mengenai etika akademik, plagiarisme,
penyalahgunaan kekuasaan, serta pengelolaan sumber daya dapat memberikan
landasan yang kuat bagi tata kelola yang berintegritas. Kebijakan tersebut harus
diterapkan secara konsisten dan merata di seluruh tingkat perguruan tinggi,
mulai dari pimpinan hingga staf administrasi. Menurut Green (2016) dalam The governance of higher education: A
framework for the future, kebijakan yang mengedepankan integritas akademik
harus mencakup prosedur yang transparan untuk menangani pelanggaran etika,
serta menyediakan saluran yang jelas bagi mahasiswa dan staf untuk melaporkan
potensi pelanggaran tanpa rasa takut akan pembalasan. Hal ini akan mendorong
terciptanya budaya akademik yang sehat, di mana semua pihak merasa dihargai dan
dilindungi hak-haknya.
Selain itu, kebijakan yang mendukung integritas
administrasi juga harus mencakup mekanisme pengawasan yang efektif dan
independen untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil oleh pimpinan
perguruan tinggi tidak hanya memenuhi standar etika, tetapi juga transparan dan
dapat dipertanggungjawabkan. Penguatan sistem pengawasan internal dan eksternal
melalui kebijakan yang tegas akan mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan
dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses administrasi perguruan
tinggi. Kebijakan tersebut harus mempertimbangkan keberagaman pemangku
kepentingan, termasuk mahasiswa, dosen, dan masyarakat, agar semua pihak dapat
berperan serta dalam menjaga integritas dan akuntabilitas di perguruan tinggi.
Pelatihan dan pembekalan kepada dosen, staf
administrasi, dan mahasiswa mengenai etika, antikorupsi, serta pemanfaatan
teknologi secara etis merupakan langkah penting untuk menciptakan budaya
integritas di perguruan tinggi. Pelatihan tersebut dapat membantu memperkuat
pemahaman tentang pentingnya menghindari praktik-praktik yang merugikan,
seperti kecurangan akademik atau penyalahgunaan teknologi. Sebagaimana
diungkapkan oleh Pomerantz (2017) dalam Ethics
and integrity in academic life: A guide for students and educators,
pendidikan mengenai etika dan antikorupsi membantu membangun kesadaran di
kalangan civitas akademika tentang peran mereka dalam menjaga reputasi dan
kredibilitas perguruan tinggi. Dosen dan staf administrasi, yang sering
terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya,
harus diberi pemahaman yang mendalam tentang bagaimana cara mencegah praktik
korupsi dan bagaimana dapat bertindak sesuai dengan standar etika yang tinggi
dalam menjalankan tugasnya.
Bagi mahasiswa, pembekalan tentang etika akademik dan
cara menggunakan teknologi secara bertanggung jawab juga sangat penting,
terutama di era digital di mana informasi mudah diakses dan dimanipulasi.
Pelatihan ini dapat mencakup aspek-aspek seperti cara menghindari plagiarisme,
cara menggunakan sumber daya digital dengan bijak, dan cara menjaga privasi
data pribadi mereka. Pendidikan tentang etika dan pemanfaatan teknologi yang
etis dapat membekali mahasiswa dengan kemampuan untuk berpikir kritis dan bertindak
secara bertanggung jawab dalam kehidupan akademik dan profesionalnya. Perguruan
tinggi yang secara aktif memberikan pelatihan tersebut akan lebih mampu
menciptakan lingkungan yang berintegritas, mengurangi potensi penyalahgunaan
teknologi, serta memperkuat budaya akademik yang sehat dan jujur.
Keberlanjutan Tata Kelola
Berintegritas di Perguruan Tinggi
Integritas dalam tata kelola perguruan tinggi sebagai
pilar utama yang menentukan keberhasilan dan kemajuan lembaga pendidikan
tinggi, khususnya di era digital yang penuh dengan dinamika dan tantangan baru.
Tata kelola yang berintegritas dapat menciptakan lingkungan yang transparan,
akuntabel, dan adil, yang memungkinkan perguruan tinggi untuk beradaptasi
dengan cepat terhadap perubahan teknologi dan kebutuhan pasar. Menurut Kezar
(2004) dalam When leadership matters: The
informal leaders of colleges and universities, pengelolaan yang
berintegritas tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga
memperkuat kualitas pendidikan yang diberikan. Hal ini memberikan kepercayaan
kepada mahasiswa, orang tua, dan masyarakat bahwa lembaga pendidikan tersebut
mampu menghasilkan lulusan yang kompeten, serta mengelola sumber daya secara
bertanggung jawab. Integritas yang terjaga juga memperkuat citra perguruan
tinggi sebagai lembaga yang berkomitmen pada nilai-nilai kejujuran dan
keadilan, yang sangat penting dalam menghadapi tantangan global dan
perkembangan teknologi.
Ke depan, harapan besar tertuju pada perguruan tinggi
untuk terus memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam
seluruh aspek tata kelolanya. Era digital memberikan peluang yang lebih besar
bagi perguruan tinggi untuk lebih terbuka dan responsif terhadap kebutuhan
global yang semakin berkembang. Seperti yang dijelaskan oleh Marginson (2016)
dalam The new world order and higher
education: Reinterpreting the globalization of higher education,
globalisasi pendidikan menuntut perguruan tinggi untuk tidak hanya menghasilkan
lulusan yang siap menghadapi pasar kerja, tetapi juga untuk berperan aktif
dalam menciptakan solusi bagi tantangan global, seperti perubahan iklim dan
ketidaksetaraan sosial. Perguruan tinggi harus mampu menjaga integritas dalam
pengelolaan sumber daya dan kebijakan mereka, dengan menerapkan prinsip-prinsip
transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi. Perguruan tinggi yang mampu
menjaga integritas akan menjadi lembaga yang berdaya saing tinggi di tingkat
global dan dapat memberikan kontribusi signifikan bagi masyarakat.
Untuk mencapai masa depan pendidikan yang lebih baik,
semua unsur (pimpinan perguruan tinggi, dosen, mahasiswa, staf administrasi,
serta masyarakat) harus berkolaborasi dalam mendukung dan mewujudkan tata
kelola yang berintegritas. Setiap pihak memiliki peran yang penting dalam
menciptakan lingkungan akademik yang sehat, transparan, dan berkeadilan. Keberhasilan
tata kelola yang berintegritas di perguruan tinggi memerlukan kerjasama antara
berbagai pihak yang terkait, baik di tingkat institusi, pemerintah, swasta maupun
masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan berkomitmen bersama untuk
menjaga integritas dalam setiap keputusan dan tindakan, sehingga perguruan
tinggi dapat tetap menjadi tempat yang mendidik dan menginspirasi generasi
penerus bangsa untuk menjadi pemimpin masa depan yang berkualitas dan beretika.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Nelson Mandela, "Education is the most powerful weapon which you can use to change the
world." Pada konteks ini, pendidikan yang berintegritas merupakan senjata
utama yang memungkinkan kita untuk membangun dunia yang lebih baik dan lebih
adil, dimulai dari perguruan tinggi sebagai tempat mencetak generasi emas penerus
bangsa yang siap menghadapi tantangan di masa depan.