GUW9BUMoGfCiGfd6TfOpTUziTY==

Sorotan Tajam UU TNI Baru: Kekuatan Semakin Terpusat, Pengamat Ungkap Potensi Kontroversi

Ilustrasi - (foto: Dok/Ist).

Portal Demokrasi, Opini - Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang baru disahkan menuai beragam tanggapan kritis. Alih-alih membawa harapan baru bagi pembaruan dan peningkatan mutu militer, sejumlah ahli justru melihat potensi ancaman terhadap tatanan negara dan hubungan antara pihak sipil dan militer di Indonesia.

RUU TNI yang baru ini memperkenalkan beberapa perubahan penting, terutama terkait dengan otoritas Panglima TNI dan penempatan perwira tinggi aktif di berbagai kementerian dan lembaga sipil. Salah satu isu utama yang diperdebatkan adalah perluasan wewenang Panglima TNI dalam mengatur struktur organisasi dan personel TNI, yang dinilai semakin memusatkan kekuasaan di satu pihak.

Tinjauan Isi RUU TNI: Antara Penguatan Lembaga dan Risiko Tumpang Tindih Wewenang

Secara umum, RUU TNI yang baru ini memang memberikan dasar hukum yang lebih kuat untuk beberapa aspek krusial dalam tubuh TNI, antara lain:

 * Penguatan Otoritas Panglima TNI: RUU ini memberikan Panglima TNI kekuasaan yang lebih besar dalam pengelolaan organisasi, personel, dan anggaran TNI. Pemerintah berpendapat bahwa hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas komando dan pengendalian di dalam militer.

 * Perluasan Penugasan Prajurit Aktif di Instansi Sipil: RUU yang baru memperluas daftar kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh perwira TNI aktif. Pemerintah berargumen bahwa penugasan ini diperlukan untuk mengisi kekosongan jabatan strategis dan memanfaatkan keahlian militer di berbagai bidang.

 * Batas Usia Pensiun: RUU ini mengatur kembali batas usia pensiun prajurit TNI, dengan beberapa penyesuaian berdasarkan pangkat dan keahlian. Hal ini diharapkan dapat mempertahankan personel berkualitas lebih lama dalam dinas aktif.

Namun, di balik penguatan institusi tersebut, sejumlah pengamat politik dan hukum menyampaikan kekhawatiran yang serius. Mereka menilai bahwa pemusatan kekuasaan di tangan Panglima TNI berpotensi melemahkan sistem pengawasan dan keseimbangan kekuasaan (checks and balances) yang selama ini dijaga. Selain itu, perluasan penugasan prajurit aktif di instansi sipil dikhawatirkan dapat mengganggu profesionalisme TNI dan bahkan membuka peluang terjadinya benturan kepentingan.

"Kita melihat adanya indikasi untuk menarik kembali TNI ke ranah sipil, padahal reformasi TNI setelah era Orde Baru bertujuan untuk memisahkan secara tegas peran dan fungsi militer dari urusan politik dan pemerintahan," kata Dr. Arya Wiraraja, seorang analis politik dari Universitas Nasional. "Penempatan perwira aktif di berbagai kementerian dapat menimbulkan potensi tumpang tindih kewenangan dan bahkan subordinasi lembaga sipil terhadap militer."

Lebih lanjut, Arya menyoroti minimnya mekanisme pengawasan yang efektif terhadap kekuasaan Panglima TNI yang semakin besar. "Tanpa pengawasan yang ketat dari parlemen dan masyarakat sipil, kekuasaan yang terpusat ini rawan disalahgunakan," tegasnya.

Sementara itu, pemerintah berpendapat bahwa perubahan dalam RUU TNI ini justru bertujuan untuk memperkuat TNI sebagai alat pertahanan negara yang profesional dan modern. Mereka menekankan bahwa penugasan perwira aktif di instansi sipil dilakukan secara selektif dan untuk kepentingan nasional yang lebih besar.

Reaksi Masyarakat Sipil dan Langkah Selanjutnya

Pengesahan RUU TNI ini telah memicu berbagai reaksi dari organisasi masyarakat sipil dan aktivis demokrasi. Mereka menyatakan keprihatinan mendalam dan menyerukan agar pasal-pasal yang dianggap kontroversial dikaji ulang. Beberapa bahkan berencana mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi.

"Kami akan terus mengawasi implementasi RUU TNI ini dan tidak ragu untuk mengambil langkah hukum jika ditemukan adanya potensi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil," ujar seorang perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dalam konferensi persnya kemarin.

Polemik seputar RUU TNI ini diperkirakan akan terus berlanjut. Masyarakat sipil dan para ahli akan terus memantau setiap perkembangan dan dampak dari undang-undang baru ini terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertanyaan besar yang masih belum terjawab adalah, apakah RUU TNI yang baru ini benar-benar akan memperkuat pertahanan negara tanpa mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi yang telah susah payah dibangun? Waktu dan implementasi di lapangan akan menjadi penentunya.


*) Penulis adalah Tesalonicha Siahaan, Universitas Riau, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Prodi Pendidikan Sejarah.

Jasa ISBN

Type above and press Enter to search.